Demonstrasi sambil bawa molotov. Bentrok dengan aparat.
Merusak fasilitas umum. Habis itu tawuran dengan warga. Adegan ganjilnya, kirim
(maaf) kutang pada Perguruan Tinggi yang tak mau turun ke jalan. Menyamakan
mereka seperti “bencong” atau kaum perempuan.
Dulu SBY disamakan seperti kerbau. Sekarang giliran fhoto
Jokowi diinjak dan dibakar. Pelakunya sama, para Mahasiswa. Saya Cuma tepuk
kepala. Gejala apakah ini?
Inilah gejala tumbuhnya generasi mahasiswa yang kebablasan.
Menyikapi kebebasan bukan dengan mengedepankan etika, tapi retorika yang
memancing keributan. Memancing aparat hukum untuk melanggar hukum dengan
mengambil sikap tegas dan kasar. Memancing orang yang melihat demo mereka
menjadi panas dan berujung keributan seperti di Makassar. Mungki n mereka
merasa bangga menjadi martir, namun menjadi martir akibat kesombongan dan
keangkuhan diri sendiri tak layak dibanggakan.
Banggalah menjadi martir karena melawan pemerintahan yang zalim.
Namun pemerintahan sekarang belum terlihat zalimnya di mana. Menaikan BBM? Saya
juga kurang berkenan. Namun tak perlu menyuarakannya di jalan dengan cara yang
salah. Masih banyak jalan menuju Jakarta. Tak harus membakar fhoto kepala
negara untuk meminta perhatian. Cukup berdiskusi dan mengirim utusan. Itu lebih
baik dari pada berbuat keributan.
Atau bagi yang rada-rada malas diskusi, buat saja akun di Kompasiana.
Tebar kritik anda pada pemerintah. Beri solusi atau pencerahan. Tak cukup
mengandalkan bakat memaki dan menghujat, karena orang lain mempunya bakat
yang sama seperti anda, malah bakat memaki dan menghujat mereka
siapa tahu lebih dashyat dari anda. Tapi dalam kehidupan berbangsa,
idealnya bakat tadi tak perlu dibudayakan. Membudayakannya sama saja
ingin menebar virus-virus kekerasan, baik oleh aparat, mahasiswa maupun
rakyat.
Demo yang berujung kekerasan, demo yang tak berertika, menandakan
mahasiswa kita saat ini adalah kaum terpelajar, namun tidak terdidik. Kaum
terpelajar hanya menyuarakan tuntutan mereka dengan kepalan tangan, kaum
terdidik lebih mengedepankan gagasan. Kaum terpelajar memancing pihak lain ikut
mengepalkan tangan, kaum terdidik mengundang munculnya beragam pemikiran.
Fenomena tumbuhnya kalangan terpelajar yang tidak terdidik ini
mesti dicermati. Mereka harus diberi masukan dan saran oleh berbagai
pihak, termasuk dari kampus tempat awal bergerak. Mereka harus diberitahu
kaidah fiqih modern ala saya: demo itu hukumnya halal kecuali merusak,
baik merusak fasilitas umum maupun merusak simpati rakyat.
Sumber : http://www.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar