“Ingatlah! Bahwa dari dalam kubur, suara saya
akan lebih keras daripada dari atas bumi”
-Tan Malaka
Walaupun akhir-akhir ini diskusi Tan Malaka dibubarkan dibeberapa kota dan dijaman orde baru bukunya dilarang untuk diterbitkan, tapi pemikiran beliau tak pernah lekang oleh jaman. Gaung pemikirannya masih terus menggema hingga hari ini dan esok hari. Satu hal yang mungkin dapat menjelaskan mengapa pemikiran Tan Malaka masih bisa ‘hidup’ hingga hari ini ialah relevansinya terhadap segala macam persoalan dan kondisi bangsa sekarang. Ibrahim Datuk Tan Malaka memang bukan seorang scientist ataupun professor laksana Habibie yang mampu menciptakan pesawat terbang ataupun Prof.Sedyatmo yang mendesain konstruksi ceker ayam. Beliau hanyalah seseorang yang habiskan masa hidupnya untuk kemerdekaan Indonesia dan ‘dihabiskan’ pula waktu hidupnya oleh tentara RI. Beliau adalah seorang intelektual yang habiskan waktu hidupnya untuk berpikir dan menulis untuk bangsanya, tapi hari ini justru ada bagian anak bangsa yang melarang pemikirannya dan membubarkan diskusi hasil-hasil tulisannya. Miris mungkin melihat perjuangan hidupnya seakan tak berarti ditangan orang-orang bodoh yang cuma asal teriak “bubar-bubar:. Tapi sebenarnya akan jauh lebih miris ketika melihat bangsa yang acuh terhadap nasehatnya, justru malah kalah berkompetisi dalam era globalisasi. Termasuk dalam hal industri dan teknologi. Salah satu karya Tan Malaka yang paling menarik adalah tulisannya berjudul ‘Merdeka 100%’. Tulisan ini sejatinya adalah tulisan yang menggambarkan pemikiran Tan Malaka terhadap rencana ekonomi Indonesia, tetapi dengan cerdiknya ia tulis dengan alunan sastra yang piawai dimana tulisannya berupa percakapan antara Mr.Apal (wakil kaum intelegensia), Si Toke (wakil pedagang kelas menengah), Si Pacul (wakil kaum tani), Denmas (wakil kaum ningrat), dan Si Godam (wakil buruh besi). Saya catat ulang tulisan beliau seperti pada buku ‘Merdeka 100%’ yang diterbitkan oleh Marjin Kiri dan saya BOLD bagian yang menurut saya penting:
Hal.33 sampai hal. 36
SI TOKE : Jadinya kita tak perlu kapital-asing? Bukankah Indonesia tak cukup mempunyai mesin dan uang buat menggati mesin yang sudah rusak dalam peperangan sekarang dan buat menambah mesin yang baru??
SI TOKE : Jadinya kita tak perlu kapital-asing? Bukankah Indonesia tak cukup mempunyai mesin dan uang buat menggati mesin yang sudah rusak dalam peperangan sekarang dan buat menambah mesin yang baru??
SI GODAM : Sebenarnya kita
membutuhkan mesin, bahkan juga beberapa ahli. Malah kita membutuhkan
berlipat-ganda mesin dan para ahli asing buat mendirikan perindustrian baru dan
memperbaiki yang lama. Berapa puluh lokomotif, mesin kapal, dan kapal
terbang yang kita butuhkan. Lebih dari itu, tidak saja mesin yang sedia buat
dipakai kita perlukan. Tetapi juga mesin yang membikin mesin. Kita perlukan
mesin yang akan membikin mesinnya oto, membikin meriam, tank, bom-atom, dll, pendeknya
“mesin-induk”.Berhubung dengan itu kita perlukan pula para ahli yang kita
belum punya.
SI TOKE: Bingung aku mendengarnya.
Tetapi di samping itu bukan main girang hatiku mengelamukan “Indonesia punya
atas Mesin-Induk” itu, mempunyai “Industri Berat” itu. Tetapi uangnya??
SI GODAM : Uang tak perlu! Tetapi
yang perlu ialah KEMERDEKAAN 100%. Sekali lagi! Uang sebagai kapital-asing tak
perlu. Malah membahayakan dan tidak membawa Indonesia ke arah yang kita tuju.
SI TOKE: Sekarang saya bertambah
pusing Dam. Membahayakan bagaimana? Tidak membawa kita ke tempat yang kita tuju
bagaimana?
SI GODAM: Membahayakan dan tiada
menyampaikan maksud, seperti yang terjadi di Amerika Tengah dan Selatan, Kek.
Sekarang Amerika Tengah dan Selatan tak bisa bikin mesin apapun lagi bikin
mesin-induk. Pengaruh kapital-asing di Amerika Tengah dan Selatan tak
membenarkan sekalian Republik Merdeka itu mempunyai dan menyelenggarakan sendiri
Industri Berat. Sebab kapital-asing itu takut akan persaingan. Takut
kalau-kalau kelak industri berat di Amerika Tengah dan Selatan menyaingi atau
membutuh industri berat atau ringan Negara yang meminjamkan modal. Karena
pemerintah Negara di Amerika Tengah dan selatan terikat oleh uang pinjaman dari
Inggris-Amerika, dia tak bisa mengambil tindakan itu. yang tepat buat
mendirikan Industri Berat Nasional.
SI TOKE: Baiklah kita tinggalkan
dahulu Amerika Tengah dan Selatan itu. Kau bilang tak baik kalau kita menerima
modal asing. Baik! Kita butuhkan Industri Berat. Tetapi uang dari mana kita
ambil? Para ahli ke mana kita cari di antara bangsa Indonesia?
SI GODAM: Uang? Bukankah minyak
tanah kita, arang kita, timah kita, alumunim kita, intan-emas kita, perak-mutiara
kita semuanya uang??? Engkau ini seorang toke. Apakah kertas yang kau
lipat-lipat itu yang dicetak oleh Jepang sampai 40.000.000.000 dalam 3 tahun
itu uang??? Bukankah beras, intan berlian, dan mesin yang diangkutnya ke Tokyo
dulu sebenarnya uang??? Kertas itu Cuma wakil dari barang. Kertas itu
sendirinya hampir tidak ada harganya. Belum lagi kusebut barang yang berharga
seperti teh, kopi, kina, kelapa, gula, getah, dan banyak lagi yang tidak
dipunyai Negara lain dan amat dibutuhkan Negara lain.
SI PACUL: Aku tahu maksudmu, Dam! Semua
hasil dari dalam dan atas tanah Indonesia ditambah pula dengan hasil lautnya
yang kaya raya itu akan kau kirimkan keluar negeri buat “ditukarkan” dengan
mesin dan para ahli, dan kalau perlu juga dengan “uang asing”.
SI GODAM: Tepat, Cul! Para ahli
itu tidak berada di Amerika saja. Atau di Inggris saja. Di Swedia, Swiss,
atau Jerman juga ada. Mereka akan ingin bekerja-sama dengan Republik Indonesia
Merdeka. Bukan seperti tuan besar, melainkan sebagai pegawai yang menerima
perintah.
SI TOKE: Tetapi kalau engkau
membikin industri baru seperti tambang besi, pabrik besi baja dan mesin
industri muda, barangkali layu dan mati kalau kelak disaingi oleh barang
besi-baja dan mesin dari Eropa dan Amerika. Mereka bermodal besar, tahan
bersaing. Mereka berpengalaman. Barangnya murah dan baik!
SI GODAM: Itulah dia Kek! Bayi
manusia, walaupun tegap-kokoh mesti dilindungi dahulu dalam beberapa tempo.
Begitu pun tumbuhan dan hewan, Itu sudah hukum alam. Pun dalam ekonomi,
undang-undang itu berlak. Dalam ilmu ekonomi namanya itu “perlindungan industri
bayi” (protection on infant-industry). Amerika sendiri masih mempunyai
cabang industri yang dilindungi.
SI TOKE: Bagaimana melindungi
industri bayi kita itu?
SI GODAM: Mesin atau barang yang
sedang kita bikin itu mesi kita batasi masuknya dari luar negeri atau kalau
perlu kita batasi masuknya dari luar negeri atau kalau perlu larang sama sekali
masuknya. Tentu pada permulaan kita belum bisa membikin semua mesin atau
baja ang kita butuhkan. Jadi barang ini masih perlu dimasukkan dari luar.
Tetapi dibatasi banyaknya. Cuma buat menambah yang masih kurang saja. Supaya
yang perlu dimasukkan itu jangan menjadi saingan buat industri bayi kita, maka
mesin atau besi yang masuk itu mesti dipajaki sampai tak bisa merusakkan
kemajuan industri kita. Kalau perlu dilarang sama sekali masuknya.
SI PACUL: Buat membatasi masuknya
barang asing itu atau melarang masuknya sama sekali kita mesti 100% merdeka
buat menguasai keluar-masuknya barang di Indonesia (ekspor dan impor).
SI GODAM: Tepat, Cul! Merdeka 100%! Kalau
kita sudah merdeka 100% buat menguasai keluar masuknya barang asing itu barulah
kita bisa merdeka 100% menentukan “ARAH” industrialisasi di Indonesia, yakni
menuju ke INDUSTRI BERAT seperti kilat. Baru sesudah kita mempunyai dan
sanggup menyelenggarakan industri berat, baru kita bisa membikin sendiri alat
kemakmuran dan alat pertahanan (seperti meriam, tank, kapal selam- terbang,
dsb). Barulah pula bisa dijamin Kemerdekaan Indonesia. Selama Indonesia belum
mempunyai industri berat, selama itu pula INDONESIA MERDEKA terancam Jiwa
Kemerdekaannya.
SI TOKE: Rupanya engkau tak
mengizinkan sama sekali masuknya kapital-asing dan barang asing?
SI GODAM: Barang asing bisa masuk
dan akan tetap bisa masuk. Harapanku sampai hari kiamat kita makin makmur,
makin membutuhkan barang asing hasil istimewa di Negara asing. Malah modal
asing bisa ditanam disini buat membikin barang yang belum bisa kita bikin
sendiri dan tak membahayakan perindustrian, kemakmuran, dan pertahanan
Kemerdekaan kita.
***
Payah, bukannya kita yang lakukan
nasehat dan memanifestasikan pemikiran Tan Malaka, justru Negara-negara seperti
Korea Selatan, China, dan Taiwan yang melaksanakannya. Sekarang Negara-negara
tersebut justru yang punya industri berat (sekarang lebih akrab dengan nama
industri hulu). Hari ini justru industri hulu kita yang terseok-seok. Bahkan
lebih parahnya lagi, kontribusi sektor industri terhadap PDB semakin turun dari
tahun-ketahun. Bersama dengan sektor pertanian dan pertambangan, sektor
industri adalah sektor yang tingkat pertumbuhannya lebih rendah daripada
pertumbuhan ekonomi nasional. Begitu juga dengan impor alat dan
mesin yang dimaksud oleh Tan Malaka. Kalau kita urut dengan klasifikasi impor
sekarang (barang modal, barang konsumsi, dan bahan baku & penolong), Tahun
2012 kita paling banyak mengimpor bahan baku dan penolong (68%), bukan barang
modal seperti yang dimaksud oleh Tan Malaka. Dan semakin tahun, porsi barang
baku dan penolong justru semakin besar, dimana yang paling besar adalah barang
pasokan untuk olahan industri (29%) dan bahan bakar dan pelumas (12%). Kita
justru semakin jauh dari maksud Merdeka 100% -nya Tan Malaka untuk menggalakkan
industri beratnya Indonesia karena industri dalam negeri tidak cukup mampu
memenuhi kebutuhan bahan baku industri domestik. Lebih mirisnya lagi, barang
modal yang kita impor, selain hanya 13% dari total barang impor, sebagian besar
adalah impor alat angkutan yang justru membuat kemacetan karena buruknya
peforma logistik nasional (Data World Bank tahun 2012, peringkat peforma
logistik Indonesia berada pada nomor 59 dari 155 negara). Bangsa ini terlalu malas untuk
merencanakan dan memproteksi industri dalam negeri. Kita bukannya memperkuat
industri hulu nasional dan memproteksi industri dalam negeri, malah menambah
saingan baru untuk industri domestik. Kita bukannya membangun ruang untuk
ahli-ahli (engineer) untuk membangun industri nasional, malah membiarkan
orang-orang terbaik negeri ini ditampung oleh multi-national company dan
mencetak produk dengan hak paten mereka. Kita bukannya menjadikan impor sebagai
‘tambahan’ kebutuhan nasional, malah kita jadikan impor sebagai alat utama
mencukup kebutuhan nasional dan menghajar produsen dalam negeri. Dan dengan
mudah kita bilang kalau nasionalisme itu yang penting yang menerima manfaat,
tapi kita enggak mau repot untuk lihat siapa yang menerima manfaat paling
banyak dan mendapatkan kerugian paling besar.
Akibatnya kita rasakan hari ini,
seperti contoh kecil saat kita justru ‘ditipu’ halus oleh LCGC dan benar-benar
ditipu oleh busway impor di DKI Jakarta. Dan sekarang kita benar-benar terpukau
dengan produk industri China, Taiwan, dan Korea Selatan yang telah menjadi
murid timur yang cerdas. Padahal Tan Malaka lah yang ajarkan kepada bangsa ini
untuk belajar dari barat untuk jadi murid timur yang cerdas. Payah memang,
pemikiran bapak bangsa yang benar malah kita tinggalkan dan dibubarkan
diskursusnya, pemikiran yang bodoh justru kita lestarikan…. Hah Indonesia…..
Sumber : http://www.kompasiana.com/
Gambling Sites, Sites, and Reviews | Dr.MD
BalasHapusDr.MD has 경상남도 출장샵 the best casino 천안 출장샵 experience. 동두천 출장마사지 Play online for 대구광역 출장샵 real money, of casino games to choose 파주 출장안마 from and start gambling at the top of the list,