Oleh : DIAN
KURNIA
Raja Faisal
Gelar kehormatan sebagai raja tak lekas membuat Faisal
angkuh dan sombong layaknya Fir’aun. Ia tak suka memamerkan gelar kebesaran,
apalagi dicium tangan atau dipanggil Your Majesty. Ia lebih suka
dipanggil brother atau bahkan Faisal. Pada masa kepemimpinannya, banyak
keputusan “nakal” ia lontarkan. Seperti: memperbolehkan anak perempuan
bersekolah, mengiyakan penggunaaan televisi, dan melakukan embargo minyak ke
negara-negara barat, termasuk Amerika Serikat (Oktober 1973). Namun, kisah
keberaniannya harus kandas tragis saat keponakannya, Faisal bin Musaid,
menembakkan tiga butir timah panas ke wajah sang raja. Sontak, sang “Singa”
Padang Pasir wafat akibat kehabisan darah pada 26 Maret 1975.
Raja yang bernama lengkap Faisal bin Abdul Aziz bin
Abdul Rahman bin Faisal As Saud ini lahir di Riyadh, April 1905. Ia adalah
putra keempat dari pasangan Abdul Azis bin Saud (Ibnu Saud) –sang pendiri
dinasti Saudiyah di Jazirah Arab, sekaligus pendiri Kerajaan Arab Saudi— dengan
Tarfa bin Abduallah. Faisal pernah dinobatkan sebagai Man of the Year
tahun 1974 versi majalah TIME, sebuah media massa terkemuka di Amerika Serikat.
Penobatan itu bukan karena Faisal disenangi publik Amerika, tapi sebaliknya, ia
adalah orang yang pernah membuat Amerika kelabakan, bahkan hampir membuat
perekonomian Negara Paman Sam itu lumpuh akibat embargo minyak yang
diprakarsainya.
Kendati demikian, AS tak serta merta mengekspansi
pemimpin Arab itu. Melalui Presiden AS Richard Nixon, AS bernegosiasi dengan
Raja Faisal untuk menghentikan embargo. Namun, apa yang beliau berikan, ia
menolak negosiasi dengan berkata, “Tidak akan ada perdamaian sebalum Israel
mengembalikan tanah-tanah Arab yang dirampas pada tahun 1967!” Sungguh luar
biasa!
Sosok sederhana
Raja Faisal–yang juga keturunan Muhammad bin Abdul
Wahab, pendiri gerakan Wahabiyah— adalah sosok santun dan bijaksana. Beliau
sangat mencintai rakyat melebihi dirinya. Setiap hari, ia selalu berjalan
mengelilingi kota untuk melihat kondisi rakyatnya. Kebiasaan ini tak jauh beda
dengan kebiasaan empat khalifah pertama zaman kelahiran Islam. Bahkan, dalam
buku 50 Tokoh Politik Legendaris Dunia (2007), penulis menyebutkan,
selama berkuasa Raja Faisal hanya memiliki satu mobil dan hanya memiliki satu
istri. Pemandangan yang unik untuk seorang Raja Arab.
Selain bijaksana, Raja Faisal keras terhadap kejahatan
kemanusiaan (humanity of crime). Ia menentang segala bentuk imperialisme
modern yang dewasa ini dipraktekan AS beserta sekutunya, Inggris dan Israel di
Timur Tengah. Beliau melakukan embargo minyak terhadap negara-negara barat
(termasuk Amerika Serikat) karena mereka pro Israel ketika Perang Yom Kippur
(1973) berkecamuk. Akibatnya, industri dan transportasi negara barat kacau
balau.
Karir politiknya dimulai ketika sang ayah mengangkat
Faisal menjadi Gubernur Hijaz pada 1926. Sebelumnya, ketika usinya menginjak 14
tahun, Faisal dipercaya menjadi Menteri Luar Negeri. Jabatan ini ia jalankan
dengan cukup baik. Buktinya, ketika membawakan pidato kenegaraan dalam KTT
Perdamaian di Versailles, Prancis, kharisma kepemimpinannya berhasil memukau
delegasi asing yang hadir di konferensi tersebut. Baru kemudian pada 1965, di
usianya yang ke-59, Faisal dinobatkan menjadi raja menggantikan kakaknya yang
kabur ke Yunani selepas krisis moneter menyergap Arab.
Dalam pidato penobatannya, Faisal mengatakan, “Saya
memohon kepada Allah semoga berkenan melindungi kita. Kiranya kita sekarang
dapat memulai sebuah pekerjaan besar di atas suatu landasan yang kuat.
Al-Qur’an tidak pernah menghalangi kemajuan. Allah senang kepada umatnya yang
kuat. Mari kita lipatgandakan setiap usaha di semua bidang kehidupan untuk
menyejahterakan kehidupan rakyat dan meletakkan negara dalam kedudukan yang
terhormat.” (Achmad Munif, 2007)
Raja Faisal adalah contoh ideal seorang pemimpin. Ia
lebih mengutamakan kepentingan rakyat (pro poor) daripada menunggangi
ambisi pribadi dan kepentingan golongan untuk menumpuk emas dan tahta. Hal ini
terlihat ketika tahun 1967 Raja Faisal menghapus program perbudakan dengan cara
membayar budak-budak sewaan dari tangan majikan-majikannya. Ia rela membayar
hingga 2800 dollar hanya untuk seorang budak. Raja Faisal juga melakukan
penghematan kas kerajaan dengan menarik 500 mobil Cadillac milik istana.
Dana tersebut digunakan untuk membangun sumur raksasa sedalam 1200 meter yang
kemudian menjadi sumber mata air rakyat di lahan-lahan tandus di Semenanjung
Arab.
Kepedulian Raja Faisal terhadap rakyat mencerminkan
sikap luhur seorang pemimpin. Yakni sebagai ‘aqdamul ummah’ (menjadi
tangga keberhasilan umat). Hal ini patut dicontoh oleh pemimpin-pemimpin negara
lain, termasuk Indonesia. Kepemimpinan adalah amanah dan tanggung jawab yang
harus diemban dengan baik. Melepaskan segala bentuk keinginan duniawi yang
hanya menimbulkan malapetaka.
Terakhir, simak hadits Nabi SAW. berikut, “Tiada
suatu penguasa pun yang menguasai perkara orang-orang muslim, lalu ia mati
padahal ia telah berbuat curang terhadap mereka melainkan Allah mengharamkannya
untuk masuk surga” (HR. Syaikhan melalui Ma’qal ibnu Yasar al-Muzanni).
Penulis, Mahasiswa Sejarah UIN SGD Bandung
Sumber
: http://www.kompasiana.com/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar