Tahun
1933, Kahlil Gibran dalam salah satu karya terbaiknya, “The Garden Of The Prophet“, mengemukakan pendapatnya mengenai suatu
bangsa yang patut dikasihani. Setelah saya telaah kok ya bangsa yang
dikasihaninya itu cocok dengan keadaan bangsa kita sekarang ini ya…
Yuk,
kita simak sama-sama.
“Kasihan
bangsa yang penuh dengan kepercayaan-kepercayaan namun kosong dari agama.”
Kepercayaan
(belief) adalah faktor yang mengarahkan (driven) pola pikir dan tingkah laku
manusia. Manusia mustahil bisa “berlaku baik” tanpa adanya agama, oleh karena
itulah agama diberikan oleh pencipta alam semesta. Sekiranyalah rakyat
Indonesia, khususnya pejabat-pejabat atau pemimpin-pemimpin publik benar-benar
menjalankan agamanya, mustahil keadaan bangsa kita seperti yang sekarang ini,
seperti kesenjangan sosial yang begitu kentara dan korupsi yang merajalela.
“Kasihan
bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum
yang tidak dituainya, dan meminum anggur yang tidak diperasnya.”
Lihatlah
keadaan perekonomian bangsa kita secara umum. Produk-produk yang kita gunakan
dalam kehidupan sehari-hari banyak (sebagian besar?) berasal dari luar negeri
(impor).Ingat sindiran Bob Sadino untuk bangsa kita terkait ini kan?
Padahal
bangsa kita dianugerahi bahan-bahan baku yang melimpah untuk itu semua.
Keahlian untuk mengelolanya? Hohoho… kita dianugerahi juga dengan begitu banyak
orang-orang yang pintar. Logika sederhananya, membuat pesawat terbang aja bisa,
apalagi membuat sepeda motor?
“Kasihan
bangsa yang menjadikan orang-orang jahat menjadi pahlawan (pemimpin), dan
menganggap penjajah sebagai hadiah.”
Kementerian
Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga Januari 2014 sebanyak 318 orang dari
total 524 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut dengan kasus
korupsi (JPNN). Dominasi pihak asing
kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian (Kompas). Melihat kondisi
keadaan perekonomian di Indonesia yang hampir 90 persen dikuasai oleh pihak
asing menjadikan tidak adanya lagi kedaulatan rakyat untuk mandiri dibidang
ekonomi maupun politik (Aktual).
Dulu
kita dijajah secara fisik, sekarang kita dijajah secara perekonomian dengan
cara yang sangat halus sekali, legal pula. Sedihnya ada sebagian dari kita yang
menganggapnya sebagai hadiah.
Kesedihan
Kahlil Gibran ini mengingatkan saya pada Berdikari.
Berdiri
di atas kaki sendiri, adalah salah satu kalimat Bung Karno yang ia sampaikan
pada saat pidato peringatan HUT RI 17 Agustus 1965. Dalam pidato tersebut ia
mengemukakan tentang tiga prinsip berdikari, yakni berdaulat dalam bidang
politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
Ketiga hal tersebut saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang
lainnya (Soekarno).
49
tahun sudah berlalu, cita-cita itu belum juga terwujud. Beberapa faktor
penyebabnya diantaranya karena para penguasa dan tokoh-tokoh politik yang lebih
mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri, budaya korupsi yang telah
mengakar sedemikian kuat dan penegakan hukum yang tebang pilih.
Menyedihkan
memang, kita memang pantas dikasihani, cocok disebut dengan bangsa kasihan.
Kita begitu jauh tertinggal dengan bangsa-bangsa “satu angkatan” khususnya
Jepang (Eh… jangan-jangan Jepang mengadopsi konsep Berdikarinya Bung Karno itu
ya? #intermezo).
Iya
sih, tidak pas juga membandingkannya secara head to head dengan bangsa-bangsa
itu. Karena kondisi bangsa kita yang memang sangat unik dari segi kuantitas dan
kualitas.
Ya,
lalu apa?
Jelas
adalah kebodohan yang sangat jika kita hanya mengeluh doang. Namun, mengeluh
ini adalah langkah awal yang baik jika ditindaklanjuti.
Satu
hal yang membuat saya heran, mengapa bangsa kita tidak punya master plan atau
panduan dasar untuk mencapai cita-cita bangsa kita? Ganti presiden, ganti pula
jalan atau cara yang dipilih.
Secara
konsep dasar, iya kita sudah punya yaitu Pacasila dan UUD 45. Namun itu jelas
tidak cukup. Teman-teman yang pernah atau sedang bergerak di organisasi LSM dan
Manajemen Perusahaan tentunya memahami maksud saya kan?.
Kita
butuh penjabaran rencana yang lebih mendetail, katakanlah seperti Program
PELITA-PELITA di era Soeharto, GBHN?. Hmmm… apa kabar Masterplan Percepatan dan
Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dibuat di era SBY? Atau
sebenarnya untuk di era Jokowi ini, kita sudah punya atau gimana sih?
Sumber : http://www.kompasiana.com
Tidak ada komentar:
Posting Komentar