Jumat, 19 Desember 2014

NKRI, Bangsa Kasihan dan Berdikari

Tahun 1933, Kahlil Gibran dalam salah satu karya terbaiknya, “The Garden Of The Prophet“, mengemukakan pendapatnya mengenai suatu bangsa yang patut dikasihani. Setelah saya telaah kok ya bangsa yang dikasihaninya itu cocok dengan keadaan bangsa kita sekarang ini ya…
Yuk, kita simak sama-sama.
“Kasihan bangsa yang penuh dengan kepercayaan-kepercayaan namun kosong dari agama.”
Kepercayaan (belief) adalah faktor yang mengarahkan (driven) pola pikir dan tingkah laku manusia. Manusia mustahil bisa “berlaku baik” tanpa adanya agama, oleh karena itulah agama diberikan oleh pencipta alam semesta. Sekiranyalah rakyat Indonesia, khususnya pejabat-pejabat atau pemimpin-pemimpin publik benar-benar menjalankan agamanya, mustahil keadaan bangsa kita seperti yang sekarang ini, seperti kesenjangan sosial yang begitu kentara dan korupsi yang merajalela.
“Kasihan bangsa yang memakai pakaian yang tidak ditenunnya, memakan roti dari gandum yang tidak dituainya, dan meminum anggur yang tidak diperasnya.”
Lihatlah keadaan perekonomian bangsa kita secara umum. Produk-produk yang kita gunakan dalam kehidupan sehari-hari banyak (sebagian besar?) berasal dari luar negeri (impor).Ingat sindiran Bob Sadino untuk bangsa kita terkait ini kan?
Padahal bangsa kita dianugerahi bahan-bahan baku yang melimpah untuk itu semua. Keahlian untuk mengelolanya? Hohoho… kita dianugerahi juga dengan begitu banyak orang-orang yang pintar. Logika sederhananya, membuat pesawat terbang aja bisa, apalagi membuat sepeda motor?
“Kasihan bangsa yang menjadikan orang-orang jahat menjadi pahlawan (pemimpin), dan menganggap penjajah sebagai hadiah.”
Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) mencatat hingga Januari 2014 sebanyak 318 orang dari total 524 orang kepala daerah dan wakil kepala daerah tersangkut dengan kasus korupsi (JPNN). Dominasi pihak asing kini semakin meluas dan menyebar pada sektor-sektor strategis perekonomian (Kompas). Melihat kondisi keadaan perekonomian di Indonesia yang hampir 90 persen dikuasai oleh pihak asing menjadikan tidak adanya lagi kedaulatan rakyat untuk mandiri dibidang ekonomi maupun politik (Aktual).
Dulu kita dijajah secara fisik, sekarang kita dijajah secara perekonomian dengan cara yang sangat halus sekali, legal pula. Sedihnya ada sebagian dari kita yang menganggapnya sebagai hadiah.
Kesedihan Kahlil Gibran ini mengingatkan saya pada Berdikari.
Berdiri di atas kaki sendiri, adalah salah satu kalimat Bung Karno yang ia sampaikan pada saat pidato peringatan HUT RI 17 Agustus 1965. Dalam pidato tersebut ia mengemukakan tentang tiga prinsip berdikari, yakni berdaulat dalam bidang politik, berdikari dalam bidang ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan. Ketiga hal tersebut saling terkait dan tidak bisa dipisahkan satu dengan yang lainnya (Soekarno).
49 tahun sudah berlalu, cita-cita itu belum juga terwujud. Beberapa faktor penyebabnya diantaranya karena para penguasa dan tokoh-tokoh politik yang lebih mengutamakan kepentingan kelompoknya sendiri, budaya korupsi yang telah mengakar sedemikian kuat dan penegakan hukum yang tebang pilih.
Menyedihkan memang, kita memang pantas dikasihani, cocok disebut dengan bangsa kasihan. Kita begitu jauh tertinggal dengan bangsa-bangsa “satu angkatan” khususnya Jepang (Eh… jangan-jangan Jepang mengadopsi konsep Berdikarinya Bung Karno itu ya? #intermezo).
Iya sih, tidak pas juga membandingkannya secara head to head dengan bangsa-bangsa itu. Karena kondisi bangsa kita yang memang sangat unik dari segi kuantitas dan kualitas.
Ya, lalu apa?
Jelas adalah kebodohan yang sangat jika kita hanya mengeluh doang. Namun, mengeluh ini adalah langkah awal yang baik jika ditindaklanjuti.
Satu hal yang membuat saya heran, mengapa bangsa kita tidak punya master plan atau panduan dasar untuk mencapai cita-cita bangsa kita? Ganti presiden, ganti pula jalan atau cara yang dipilih.
Secara konsep dasar, iya kita sudah punya yaitu Pacasila dan UUD 45. Namun itu jelas tidak cukup. Teman-teman yang pernah atau sedang bergerak di organisasi LSM dan Manajemen Perusahaan tentunya memahami maksud saya kan?.
Kita butuh penjabaran rencana yang lebih mendetail, katakanlah seperti Program PELITA-PELITA di era Soeharto, GBHN?. Hmmm… apa kabar Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) yang dibuat di era SBY? Atau sebenarnya untuk di era Jokowi ini, kita sudah punya atau gimana sih?

Sumber : http://www.kompasiana.com


Tidak ada komentar:

Posting Komentar