Andai
saja Ahmad Dhani hidup di zaman demokrasi terpimpin, pasti sudah ditangkap dan
dijebloskan kedalam penjara. Walaupun meniru-niru Bung Karno menggunakan
kopiah, tapi pakaian yang dikenakan meniru model tentara Nazi, dianggap haram
hukumnya. Ditambah potongan rambut model punk dan mengidolakan the Beatles.
Group Koes Plus sudah merasakan tak nyaman hidup dalam hotel prodeo. Alasan
kebebasan berekspresi dan kehendak individual, dimata Bung Karno cerminan
ajaran liberal yang najis. Terlebih-lebih dengan gaya hidup berfoya-foya.
Perhelatan pernikahan di hotel mewah. Memamerkan mobil lamborgini. Atau
mengenakan jam rolex saat berpidato. Bagi Bung Karno, itu semua tidak
mencerminkan karakter bangsa merdeka.
Ajaran
Bung Karno tidak sekedar dituliskannya dalam risalah dan buku-buku. Tidak
sekedar menjadi bahan pidato di atas mimbar. Tidak sekedar menjadi konsepsi.
Tapi dijalankan dengan konsisten. Diterapkan dalam semua prikehidupan. Ajaran
yang meneguhkan adanya karakter bangsa yang merdeka, bebas dari cengkraman
penjajahan. Satu bentuk revolusi Indonesia untuk membangun nasionalisme yang
sehebat-hebatnya. Bagi Bung Karno, pembangunan karakter bangsa harus melingkupi
seluruh bidang. Tidak sekedar urusan agama dan ahlak. Oleh karena itu gangguan
dan godaan yang merusak karakter bangsa dicap sebagai kontra revolusi.
Pedoman
dan tuntutan pembentukan karakter manusia Indonesia yang memiliki kepribadian
yang cinta tanah air, dapat kita lihat beberapa diantaranya:
- Dilarang menyemir rambut dan meniru model potongan rambut dari artis asing. Pada masa itu, pemerintah melarang beredarnya potongan rambut model the Beatles yang sedang menjamur di kalangan masyarakat.
- Dilarang mengkonsumsi produk import dan dianjurkan memakai produk local. Sebagai contoh, masyarakat tidak diperkenankan mengkonsumsi burger.
- Melarang beredarnya lagu-lagu yang bersifat mellow/cengeng, serta lagu-lagu dari luar negeri.
- Menganjurkan masyarakat untuk mendengarkan dan menyanyikan lagu-lagu perjuangan yang bersifat nasionalisme.
- Dilarang meniru gaya pakaian dari Negara lain.
- Melarang peredaran celana jeans dan menganjurkan masyarakat untuk memakai pakaian tradisional.
- Menganjurkan penggunaan Bahasa Indonesia.
- Pelestarian kesenian tradisional.
Bagi
Bung Karno perilaku seperti itu bukan saja bias liberal tetapi cerminan bangsa
kuli, bangsa terjajah. Mengagungkan produksi negara lain dan sinis dengan
produksi bangsa sendiri. Bila dikontekskan dengan situasi sekarang, kira-kira
pengandaiannya seperti ini. Orang lebih bangga menggunakan produk import
(sepatu, jam tangan, baju bermerk, perhiasan, automobil, tas, dll) ketimbang
produksi anak bangsa sendiri. Orang suka memamerkan plesiran ke luar negri (di
depan menara eifel, big ben, atau jembatan san fransisco) ketimbang danau toba
atau bunaken. Dianggap hebat jika bisa menyantap KFC ketimbang warung tegal.
Berobat ke Singapura dianggap sebagai prestise. Pendek kata, lebih bangga
diposisikan sebagai bangsa kuli. Memakan, menggunakan produksi negara lain.
Uang habis dibelanjakan untuk hal-hal yang konsumtif dan yang mendapat
keuntungannya adalah bangsa lain.
Sementara
bangsa lain menanamkan nasionalisme di pikiran rakyatnya. Bangsa Jepang yang
terkenal dengan produksi outomobil terbesar di dunia, lebih senang menggunakan
sepeda dan angkutan umum. Lebih memilih pisau buatan Okinawa meskipun mahal
ketimbang pisau buatan Swiss atau Jerman. Bangsa China bekerja hampir 18 jam
sehari untuk memproduksi barang. Tapi pelit untuk membelanjakan uangnya membeli
produk import. Walaupun makanan siap saji seperti Pizaa Hut atau McDonald ada
di sana. Produksi kosmetik dan gaun beraneka gaya tak laku di Iran. Dimana para
wanitanya hanya cukup menggunakan pakaian bercadar warna hitam. Inilah
bentuk-bentuk “perlawanan” bangsa lain yang tidak ingin menjadi bangsa kuli.
Dijajah dengan produksi import dari negara lain.
Bagi
pemerintahan China, perbuatan korupsi bukan semata perbuatan melanggar hukum.
Tapi prilaku korup akan merusak karakter bangsa yang giat bekerja dan berkarya.
Jika ingin makmur dan hidup kaya, giatlah bekerja. Hemat mengkonsumsi dan rajin
memproduksi. Korupsi menjadikan mental masyarakat rusak. Rencana pemerintah
untuk mempercepat laju ekonomi dengan giat berproduksi dihambat oleh penyakit
korup ini. Dalam kacamata Bung Karno, bisa dianggap kontra revolusi. Oleh
karena itu bibit ini tidak boleh tersebar dan harus dihancurkan.
Alasan-alasan
individual tidak bisa dibenarkan atas nama kebebasan. Bung Karno menyebutnya
sebagai racun liberal. Seperti pendapat, “suka-suka gua, duit gua ini”. Bahkan
negara-negara yang dianggap liberal sekalipun menjauhi pikiran semacam itu. Ada
ilustrasi: seorang teman terkena denda 10 euro oleh polisi Jerman karena
menyisakan 1/3 makanan yang dia pesan di suatu restoran. Teman itu beralasan,
“terserah saya, mau menghabiskan atau tidak. Dibeli menggunakan uang saya
sendiri”. Tapi polisi Jerman mengatakan, “anda berhak menggunakan uang anda.
Tapi makanan yang tidak anda habiskan berasal dari sumberdaya alam negri ini.
sumberdaya alam itu bukan milik anda, tapi milik semua rakyat Jerman. Tak patut
anda membuang percuma sumberdaya alam milik semua rakyat”. Rupanya Indonesia
lebih liberal pemikirannya ketimbang bangsa yang dianggap liberal.
Revulosi
mental harus dijalankan berkait dengan tantangan pemberlakukan Masyarakat
Ekonomi Asean yang akan dimulai tahun 2015. Dimuai dengan mendorong menjadi
bangsa yang gemar berproduksi dan mengerem konsumsi. Amerika yang pernah
mengalami krisis di tahun 2007, mengakibatkan rakyatnya harus menghemat belanja
dan pengeluaran yang tidak perlu. Dalam waktu singkat, krisis bisa diatasi. Di
Indonesia, saat BBM naik, orang hanya kaget selama tiga bulan. Setelahnya
permintaan akan automotif malah meningkat. Jumlah penduduk Indonesia 251 juta
jiwa tapi peredaran gadget sudah mencapai 280 juta. Berganti-ganti hape adalah
prilaku konsumtif bangsa Indonesia yang sangat digemari oleh produsen seperti
Korea dan China.
Menurut
saya, pemerintah harus menghentikan iklan di media terutama televisi yang
menawarkan barang-barang mewah. Karena akan mendorong orang untuk hidup pamer
penuh kemewahan. Sinetron-sinetron yang mengajarkan kehidupan mewahpun harus
dihentikan. Sebaliknya memberi fasilitas dan kemudahan untuk memasarkan dan
promosi barang lokal buatan bangsa sendiri. Prilaku-prilaku hedonis para
pesohor harus dihukum karena tidak memberi pendidikan yang baik bagi bangsa
ini. Secara ekonomis (sebagaimana China) jika bangsa ini gemar dan giat
berproduksi dan pelit mengkonsumsi, maka akan ada peningkatan devisa negara.
Kesejahteraan rakyat akan cepat terwujud. Secara filosofis, seperti kata Bung
Karno akan menjadikan bangsa ini bangsa yang merdeka, mandiri dan percaya diri
bukan bangsa terjajah dan bangsa kuli.
Salam Kompasiana.
Salam Kompasiana.
Sumber : http://sosbud.kompasiana.com/2014/10/12/revolusi-mental-model-bung-karno-679905.html
Tidak ada komentar:
Posting Komentar